Jakarta, Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Nindyo Pramono menyoroti aturan kewenangan penyidikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurutnya, dengan keluarnya UU PSK, berarti pembentuk UU ingin memberikan justifikasi penguatan kewenangan OJK sebagai penyidik tunggal terkait dengan tindak pidana di sektor jasa keuangan.
“Dengan demikian penyidik OJK adalah penyidik sah menurut UU PSK jo UU OJK. Penyidik OJK berarti tidak tunduk pada Pasal 6 (1) KUHAP,” tegas Prof Nindyo, hari ini.
Namun, kata dia, jika di praktekkan akan bisa terjadi ketidakharmonisan norma antara UU PSK vs KUHAP dan UU Kepolisian. Misalnya, dalam pasal 14(4) UU Kepolisian yang menyebut bahwa penyidik Polisi itu punya wewenang menyidik semua tindak pidana sesuai di hukum acara pidana dan perundangan lain.
“Perundangan lain kan bisa termasuk perundangan di sektor jasa keuangan. Sementara UU PSK jo UU OJK menentukan penyidik OJK adalah penyidik tunggalnya. Disini terjadi konflik norma,” tuturnya.
Harusnya, lanjut Prof Nindyo, berlaku asas lex specialis derogat legi generali dan lex posteriori derogat legi priori. Namun di praktek predeksi nya penerapan asas ini tidak mudah.
“Sudah ada contoh tarik menarik antara UU privat dilingkup BUMN, UUPT, UUPerbankan, UU Pasar Modal, Dana Pensiun dll vs UU TIPIKOR, UUKN, UU BPK, UU Perbendaharaan Negara, UU Pemerintahan Bersih Bebas KKN, tidak selesai sampai sekarang. Kita tunggu saja di pelaksanaannya nanti,” jelasnya.
Kendati demikian, kata dia, tetap berpikir positif tentu UUPSK ini memiliki niatan yang baik untuk kepentingan bangsa dan negara ke depan.
“Tentang siapa yang akan ngawasi OJK, disitu diatur adanya Badan Supervisi yang akan membantu fungsi Pengawasan yang menjadi wewenang DPR,” pungkasnya.