Menu
Portal berita terpercaya dan terkini
banner 325x300

Lemdiklat Polri : Kerja Keras dan Kerja Cerdas

  • Share

CDL

Di era Vuca (Volatility Uncertainity Complexity Unpredictable) perubahan adalah keniscayaan yang harus dilakukan”.

banner 325x300

Perubahan bukan hanya sulit namun juga menyakitkan apalagi kaum zona nyaman bertahan dengan berbagai alasan yang enggan dan anti perubahan. Penyakit birokrasi yang akut dan malas untuk rasional agar bekerja profesional, cerdas, bermoral dan modern. Proaktif dan menyelesaikan masalah seakan terbelenggu daya nalar dan logikanya sangat rendah. Contoh saja membangun sistem yang memiliki target atau melakukan reformasi dalam pelayanan publik yang berbasis elektronik. Untuk dapat melayani 1x 24 jam sehari dan 7 hari seminggu terus menerus tanpa henti. Ternyata dioperasionalkan seperti jam kerja siang. Ada jam istirahat. Tanggal merah dimatikan. Tatkala dilakukan pengecekan mendadak benar adanya semua dikunci lampu mati layar dan sistem sistem ini dimatikan. Tidak ada satu orangpun yang menjaga. Tatkala ditanya mengapa bisa seperti itu? Jawabannya benar benar menyakitkan kepala ( bagi yang waras ). Ada yang menjawab,:” anak buah lelah karena habis kerja keras “. Ini jawaban ajaib malah dianggap benar dan cerdas. Ada yang menjelaskan:” kami pelaksana terserah kebijakan yang melaksanakan”. Jawaban ini bagai memaku kepala dan langsung membuat asam lambung naik. Ada yang menjawab: ” akan kami koordinasikan kembali”. Jawaban ini bagai menyayat nyayat hati. Ada yang menjawab ya idealnya 24 jam”. Betapa mereka enteng dan menganggap mengistirahatkan sistem online berbasis elektronik ini seperti mengistirahatkan jantung.
Jangan jangan ada yang menjawab:” aman aman saja, biasa sajalah ga usah marah marah”. Mendengar jawaban jawaban itu, rasanya sesak nafas, sambil menunjukan:” sakitnya di sini”.

Merubah mind set dan membangun birokrasi yang rasional butuh waktu dan setidaknya core valuenya pada yang ideal. Memikirkan cara agar aktualnya tidak berbeda atau bertentangan dengan yang ideal.

Sulitnya mengimplementasikan yang baru. Zona nyaman memang memabukkan membuat lelah dan malas berpikir. Copy paste, mengulang ngulang yang sudah ada yang sudah lazim dijalankan . Sesuatu yang baru dan penuh tantangan tidak menarik bahkan dianggap ancaman. Walaupun yang baru lebih waras, menjanjikan dan ada harapan serta kepastian. Keengganan menerima hal hal baru merefleksikan betapa berat dan sulitnya mereformasi, memodernasi apalagi merubah mind set dan culture set. Sesuatu ide atau gagasan baru biasanya akan dipatahkan disangkal yang dalam bahasa jawanya dikatakan ngedas ngendasi untuk digagalkan. Kalimat yang sering muncul : ” sudahlah ikuti saja, ini sudah bagus tidak perlu dirubah rubah”. Kaum ngendas ndasi ( captive mind ) kaum apatis dan kaum malas dan lelah berpikir. Kalau kerja klabrakan bagai ayam dilempar dalam kolam atau sungai. Cara kerja klabarak an jelas tidak sistematis, ibarat baca buku yang tanpa daftar isi dan halaman serta tersusun secara serampangan. Hal hal lain yang ditunjukkan adalah rasa ketakutan kehilangan hak istimewanya ( previledge).

Apalagi tatkala hal baru itu menggunakan sistem elektronik yang terhubung/ on line dan terintegrasi. Jelas membuat njenggirat langsung menolak. Mengapa demikian? Karena sistem elektonik yang terintegrasi ini ibarat ngathoki thuyul. Thuyul mahkluk mitologi yang dikenal suka mencuri uang dan proses pencurianya thuyul selalu telanjang. Tatkala thuyul kathok an atau bercelana tentu akan ketahuan. Sistem E dan smart ini program ngathoki thuyul yang kerennya dikatakan anti korupsi yang mengarah kerja profesional dan rasional. Kesulitan di dalam memodernisasi atau memperbaharui yang sudah mapan atau nyaman ibarat menggeser batu sebesar rumah dengan tenaga manusia secara manual. Mungkin ekstrimnya mendorong mobil di tanjakkan di hand rem dan rodanya kotak masuk gigi tiga.

Membuat orang mau menerima perubahan ini perlu proses pendampingan dan tidak cepat dan sangat berat. Namun semua ini perlua adanya:
1.Kepemimpinan yang transformatif dengam kebijakan visioner proaktif problem solving yang dijalankan secara konsisten dan konsekuen,
2.Menyiapkan tim transformasi sebagai tim kendali mutu atau tim back up,
3.Menyiapkan master trainer dan trainer, untuk melatih dan menjadi mentor kepada orang atau kelompok visioner yang memiliki spirit perubahan. Yang didukung dengan sistem atau infrastruktur yang sesuai dengan konteksnya,
4.Membuat program program unggulan yang disosialisasikan secara terus menerus,
5.Diterapkan melalui pilot project,
6.Senantiasa ada monitoring dan evaluasi serta diteraokan sistem reward and punishment,
7.Dibuat pola pengembangan untuk selalu adanya kebaruan atau peningkatan kualitas.

Mau dan mampu inilah harapan terjadinya perubahan. Tatkala ada yang baru diberi ruang untuk hidup dan berkembang. Yang antipati terhadap kaum yang ngendas ngendasi dari kaum yang mapan dan nyaman yang lelah dan malas dan lelah berpikir. Mereka akan mati matian menutupi ketidak mampuanya / ketidak tahuanya atau ketidak mauanya dengan menunjukkan jawaban jawaban asnjep ( asal njeplak ), sikap tidak mau tahu dan jurus jurus pokok è walaupun menunjukan pekok e akan terus dikeluarkan untuk menggagalkan perubahan. Membongkar kaum captive mind memerlukan kerja keras dan kerja cerdas.

Disrupsi begitu cepat, melampaui ekspektasi dan prediksi, hal baru dan kebaruan menjadi sesuatu kekuatan bertahan bahkan tumbuh dan berkembang. Tatkala hanya statis dan begitu begitu saja tentu akan dianggap kuno, menyebalkan, membosankan dan akan ditinggalkan. Kreatifitas dan inovasi harus terus jalan sebagai terobosan terobosannya. Hidup di era digital dituntut untuk cepat, tepat, akurat, transparan, akuntabel, informatif dan mudah diakses. Kebaruan tentu memerlukan proses kreatif yang bisa memberdayakan apa saja dalam kehidupan sehari hari. Konseptualnya dapat menembus batas sekat ruang dan waktu bahkan lintas generasi. Dalam membangun loyalitasnya diperlukan media untuk orang lain memahaminya. Membranding mengemas dan memarketingkan semua saling terkait. Tidak lagi parsial dan model holistik atau sistemik harus dibangun. Manajemen media bagi sosialisasi menjadi keniscayaan dan keharusan.

Baru dan kebaruan memerlukan imajinasi dan cara berpikir yang di luar main stream, out of the box bahkan no box namun tetap berpegang pada keutamaan maupun vore valuenya. Semua itu dilakukan dengan konsisten dan komitmen yang tinggi.
Kemampuan berimajinasi merupakan kemampuan mengabstraksikan atas fenomena dengan cara berfikir helicopter view . Mampu melihat ke depan belakan atas bawah dan bisa kembali ke titik awal. Melepas belenggu captive mind nya.
Membuka cakrawala memang bukan perkara mudah, karena memerlukan keberanian, kemampuan mendobrak sesuatu yang mapan, bahkan beresiko tinggi. Tunas baru tidak akan muncul kalau tidak di pruning atau dipangkasi.

  • Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

banner 325x300