Oleh: Ilham Firdaus
Bertepatan pada hari Rabu, 14 Februari 2024 kemaren, merupakan hari yang sangat penting bagi seluruh masyarakat Indonesia, karena pada hari itu sekitar 190 juta pemilih telah memberikan hak suaranya terkait dengan sirkulasi kepemimpinan eksekutif dan legislative yang telah diatur dalam konstitusi dan telah dilaksanakan melalui pemilihan umum. Hanya masyarakatlah yang mampu memberikan legitimasi pada kewenangan calon pemimpin yang terpilih melalui pemilihan umum, dan tidak kalah penting lagi pemilihan Presiden dan wakil presiden untuk periode 2024-2029.
Berdasarkan hasil hitung cepat atau quick count pemilihan presiden dan wakil presiden 2024, perolehan suara yang di dapat oleh peserta pemilu 2024 sudah bisa kita lihat melaui media, suluruh masyarakat akan mengacu kepada hasil quick count meskipun hasil putusan dari Lembaga penyelenggara pemilu belum di umumkan ke publik secara resmi. Di satu sisi rakyat merasa puas karena partisipasi yang telah diberikan itu hasilnya dapat dilihat langsung. Di sisi lain ada sebagian masyarakat yang senang dan kecewa terhadap hasil hitung cepat tersebut.
Melihat realita yang sudah terjadi di tahun 2024, ternyata masyarakat sudah semakin sadar terhadap hak politik yang telah melekat pada dirinya tersebut. Jika dibandingkan dengan pemilu tahun 2019, telah terjadi peningkatan partisipasi pemilih yang signifikan, dimana waktu pemilu 2019 partisipasi politik hanya mencapai 79 persen.
Pada pemilu 2024 ini semakin banyak orang yang menyadari bahwa proses politik merupakan hak fundamental yang melekat pada diri seseorang dan wajib dilaksanakan. Menurut data Komisi pemilihan umum (KPU), sementara ini hampir 85 persen dari 190 juta jiwa rakyat Indonesia yang terdaftar sebagai pemilih tetap (DPT) telah menggunakan hak pilihnya dalam memilih pemimpin, bahkan angka tersebut telah melampaui target, dimana sebelumnya KPU hanya menargetkan angka partisipasi pemilu di tahun 2024 sebanyak 80 persen.
Pada dasarnya, partisipasi politik adalah tentang bagaimana warga negara mempengaruhi secara langsung atau tidak langsung proses politik melalui tindakan-tindakan mereka. Partisipasi politik diletakkan sebagai bagian hak fundamental yang memungkinkan warga negara untuk memperjuangkan apa yang mereka pandang bernilai. Partisipasi politik juga didorong motif tertentu berkaitan kepentingan-kepentingan warga negara memberi dukungan terhadap semua yang menguntungkan, dan sebaliknya, menolak segala yang dipandang merugikan.
Salah satu bentuk partisipasi masyarakat yang paling penting adalah partisipasi dalam pemilu. Partisipasi dalam pemilu merupakan bagian dari hak warga negara untuk ikut serta dalam pemerintahan yang dijamin Pasal 27 ayat (1) UUD 1945. Keikutsertaan aktif masyarakat dalam setiap tahapan pemilu juga menjadi bagian dari hak warga negara mengeluarkan pikiran baik secara lisan maupun tulisan sebagaimana diatur Pasal 28 UUD 1945, sehingga pemerintah mendapat legitimasi dari masyarakat.
Prinsip legitimasi dalam sistem pemilu sebenarnya bersifat pertanggung jawaban pemimpin kepada rakyatnya. Pemimpin talah mendapatkan amanah dari rakyat berdasarkan prosedur-prosedur yang sudah diatur dalam konstitusi. Dalam konstititusi telah diatur hak-hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara, seperti hak untuk mendapatkan keadilan, hak untuk mendapatkan pelayanan yang sama di mata hukum, hak untuk menjalankan perekonomian, dan kepastian hukum. Dengan demikian hak-hak inilah yang kemudian di tagih oleh masyarakat sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan oleh seorang pemimpin kepada rakyatnya.
Ketika hak konstitusional tersebut di gunakan pada saat pemilu, maka ia akan berubah menjadi suatu kekuatan untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam masyarakat. Kekuasaan dipandang sebagai muara, dan proses politik dipandang sebagai hulunya. Masalah utama yang selalu terjadi sehubungan dengan kekuasaan politik ini adalah bagaimana nantinya kekuasaan yang sudah di amanahkan rakyat tersebut dilaksanakan dan diimplementasikan.
Lagitimasi rakyat yang hampir mencapai 85 persen mau dibawa kemana dan didistribusikan seperti apa.
Apabila konsep amanah dari rakyat dan untuk rakyat kembalikan ke konsep ideal nya, maka pada dasarnya proses politik yang sudah terjadi ini dapat diartikan sebagai kemampuan mengingat yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk merealisasikan hak-hak masyarakat yang sudah disalirkan melalui pemilu demi untuk kebaikan bersama.(*)